Sabtu, 17 Desember 2011

Antara Laptop Biru dan Keyboard Eksternal. Sebuah Refleksi Hidup

Waktu itu, laptop biru bermasalah besar... Sebagian tuts keyboardnya berhenti bernyanyi... Awalnya hanya tombol shift yang terkadang terserang, kemudian Ctrl, dan akhirnya kombinasi 4-5-e-r-d-f-x bertekuk lutut terpuruk...
Sontak saja sang adik pemilik toko memekik marah dan aura kesalahan pun ditujukan pada kakak-adik pemain game. Oleh karena itu saya bawa si laptop biru ke toko service komputer terbesar di Pontianak. Sayapun membawanya ke counter, tetapi si mbak manis penjaga counternya bilang...
"Mas mau perbaiki laptop ya? Tempat servisnya di sebelah."
Maka sayapun pergi ke gedung sebelah. Sesampainya di sana saya kembali membawa si laptop biru ke counter... tapi alangkah terkejutnya saya sewaktu laptop biru divonis harus ganti operasi keypad 400ribu rupiah... Apakah begini ya perasaan pasien sewaktu tiba2 dia divonis harus operasi? Bingung, terkejut, heran...
Sebagai seorang dokter saya tidak langsung terima 'diagnosis' tanpa 'pemeriksaan' terlebih dahulu, maaf saja saya ini lama dididik di kampus menjadi seseorang yang percaya setelah melihat bukti dan referensi. Tanpa pemeriksaan langsung saja mendiagnosis, maaf saja, itu namanya malpraktik.Saya ingin melihat laptop saya dibuka lalu semua tutsnya diperiksa baik dengan software maupun hardware, namun yang saya dapatkan malah resepsi dingin.
Sewaktu saya ingin mengejar kebenaran dari si mbak penjaga counter, dia hanya mengelak ke sana ke sini dan hanya menyarankan saya mengopname si laptop biru dan meninggalkan no.telpon saya. Namun bukan itu yang mau saya dengar, saya mau dengar penjelasan. Etiologi (asal muasal penyakit), patogenesis (bagaimana sakitnya berkembang), manifestasi gejala, tatalaksana, prognosis... Itu yang mau saya dengar... Bukan alasan Mbak penjaga counter yang sibuk sendiri dan berkata "Maaf ya saya buru2 mau makan sore."
Saya jadi paham perasaan pasien yang sering ingin menghantam dokter dengan bogem mentah sewaktu ditinggalkan tanpa kejelasan.
Dalam hati saya bersumpah, bahwa saya tidak akan menjadi dokter yang seperti itu... Biarlah hidup saya tidak jelas namun pasien saya mendapatkan seluruh kecermelangan fakta yang dia inginkan.


Pulang ke rumah saya mulai menyusun langkah saya selanjutnya. Jika dokter komputer profesional tidak kooperatif, maka biarlah saya mencari pengobatan alternatif sendiri. berbekal Modem maka saya menjelajah dunia samar-samar demi mencari alternatif: Jika keyboard alami sudah terganggu fungsinya maka penggunaan keyboard eksternal prostetik dapat dibenarkan. Maka saya pun kembali ke dunia nyata dan mulai berkelana.
Perkelanaan saya berakhir pada hari terakhir pameran PontiTech di awal bulan November silam. Dengan gaya bak cukong besar saya menerawang setiap stan elektronik yang ada demi mencari keyboard eksternal yang sesuai dengan kebutuhan saya: kecil sama seperti si laptop biru, berwajah awam (USB), nyaman digunakan dan tidak membuat dompet saya jauh lebih tipis lagi... Akhirnya saya putuskan untuk membeli sebuah keyboard eksternal hitam seharga 8 ribu won (55 ribu rupiah) dan sejak saat itu si keyboard eksternal senantiasa menyertai si laptop biru pergi dengan setia... Walau si laptop biru tidak dapat mengetik nama belakang seseorang namun keyboard eksternal bisa.

Demikianlah sekirat petualangan yang telah saya alami, dengan petualangan tersebut saya mendapatkan banyak pengalaman yang membawa saya ke tingkat selanjutnya dan mempertinggi kemampuan saya salam hidup. Melalui hal ini saya belajar, bagaimana cara menghadapi pasien suatu saat nanti berdasarkan pengalaman kekecawaan saya sekarang, dan bahwa kalau halangan menghadang terkadang pilihan alternatif yang walau hanya paliatif dapat dipergunakan.

Sekian....