Minggu, 05 Februari 2012

BOSAN DI KELAS, TULIS DI KERTAS

Kelas riuh rendah; semua orang melemparkan suaranya. Pasar kata-kata yang hilir mudik di tengah udara. Aku menggemeretakkan jari menanti acara kapan mulai, kapan selesai, sementara deret belakang berbunyi ricuh. Memandang berkeliling: ada yang menghafal, ada yang membaca-baca bahan ujian, ada yang hanya bertukar cerita saja. Bicara ini, bicara itu, kata dan suara timpa jadi satu, kakofoni serentak yang mengaburkan pendengaran.

Lihat jam di hape, delapan kurang lima, acara masih belum dibuka. Membunuh kebosanan dengan menyelipkan jari-jari, sementara kemacetan bunyi masih terjadi. Tak sabar, menengok ke belakang, dosen menunggu di pintu gerbang, entah apa yang dinanti. Persiapan? Rekan? Kelas tenang? Misteri...Memandang  ke luar jendela, matahari mulai menyiksa bumi, atau membelai atau ini hubungan sado-masosisme? Sinar matahari yang menyusup di antara kaca-kaca berdebu, memantul di lantai keramik dan terpancar antara deret- deret kursi yang penghuninya sibuk satu sama lain. Spanduk di depan, terpajang menyelimuti papan putih yang menghitam oleh tinta keras bertahun-tahun, saksi bisu beratus-ratus jam kuliah dan ketidakpedulian. Spanduk di depan, berayun pelan, tak dihiraukan para mahasiswa yang tampaknya makin senang meninggikan suaranya.

Lihat lagi, tengok kanan kiri, dosen tak terlihat lagi. Mahasiswa makin tak tenang, beranjak meninggalkan kursi. Semua mulai membuat forum diskusi sendiri, berdebat, bercurhat, bercakap-cakap. Lihat jam di hape: Delapan lewat. Apa ada sesuatu yang gawat? Kalau tidak kapan acara ini dilawat? Tunggu apa lagi. Sementara itu, sayup-sayup berubah menggubah bak air bah.Bosan. Lebih baik melihat ke luar jendela. Hari ini langit biru cerah, cemerlang, bebas mega (bukan mega yang itu, hyehyehye..) Menghampar luas di balik rimbun kehijauan yang sesekali bergoyang didorong angin barat. Lukisan visual yang indah, namun di belakang masih simfoni orkes mahasiswa berbunyi tanpa harmonisasi.Lihat lagi, lihat sekali, mana dosen? Hanya pintu sendiri. Mahasiswa berdiri, berpidato, bersurat, berberita. Sama seperti pasar saham hanya komoditas yang ditukar adalah suara. Namun akhirnya, acara dimulai jua dan pasar suarapun tertutup paksa. Biarlah kelas dibuka!

SETELAH BEBERAPA WAKTU KEMUDIAN

Lewat pembukaan yang satu kembali menunggu. Menunggu pembicara, menunggu gliran mengisi kertas absensi, yang entah di mana. Yang tadinya sunyi senyap kini bunyi menggegap.Kembali dibuka segera, Pasar Suara. Melihat sekali lagi keluar jendela, kali ini dengan kantuk. Goyangan peopohonan rindang bagaikan buian tilam. Namun tak boleh jatuh tertidur, kalau tidak ingin timbul masalah. Kiri-kanan semua mulai lagi; aku di sini ingin pergi, namun masih menunggu absensi. Kapan datang? Biar bisa cepat kuisi.

BEBERAPA LAMA KEMUDIAN

Absen sudah diisi, namun masih menanti. Duduk di terali memandang halaman. Sialan, di depan malah ada pemandangan burung pacaran di rerumputan. Sebuah hinaan atau ironi alam padaku?Pesawat tempur memotong angkasa, tinggalkan jejak awan putih menyilet langit. Capung menari-nari antara sela bunga-bunga teratai di kolam tengah; air tenangnya menyembunyikan katak yang bersembunyi antara kisi daun-daun teratai. Di kejauhan burung-burung bernyanyi di antara sunyi.
Sunyi?
Keheningan mencekam. Jika kelas yang tadinya ribut menjadi tenang artinya dosen sudah datang. Dengan cepat melompat berlari ke kelas, menarik kursi ke belakang, karena kuliah adalah sedatif yang kuat.

CATATAN BERAKHIR DI SINI...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar